Meja Fakta – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya berhasil membekuk tujuh orang yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan, yang melibatkan warga negara China di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Penangkapan ini terjadi pada 9 Oktober 2024, setelah penyidik berhasil mengungkap jaringan yang sudah beroperasi sejak 2018. Kasus ini melibatkan sejumlah pihak yang memiliki peran berbeda, mulai dari sponsor, pencari calon pengantin, hingga pembuat dokumen palsu untuk korban.
Menurut keterangan dari Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Wira Satya Triputra, tujuh tersangka yang ditangkap ini memiliki peran masing-masing. Di antaranya, MW alias M (28) yang bertindak sebagai sponsor utama yang tinggal di China dan bekerja untuk mencari calon pengantin wanita dari Indonesia, serta LA (31), Y (44), RW (34), dan AS alias E (31) yang membantu MW dalam mencari dan menampung calon pengantin perempuan di Indonesia. Selain itu, dua tersangka lainnya, BHS alias B (34) dan NH (60), berperan dalam mengurus identitas palsu korban untuk menutupi usia sebenarnya, sehingga mereka bisa dianggap dewasa dan memenuhi syarat untuk menikah.
Kronologi kasus ini bermula pada 2018, saat MW dan LA, yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di China, berkenalan. MW, yang tinggal di China bersama suaminya, bertetangga dengan seorang pria warga China berinisial ZJ. ZJ kemudian meminta MW untuk mencari seorang wanita Indonesia yang bersedia menjadi istrinya. Sebagai imbalannya, ZJ menjanjikan uang sebesar Rp5 juta kepada MW. MW pun melibatkan LA dalam pencarian calon istri untuk ZJ. LA kemudian menghubungi korban berinisial V melalui WhatsApp dan membujuknya untuk menikah dengan ZJ.
Setelah korban V setuju, ZJ memberikan uang mahar sebesar 30.000 RMB (sekitar Rp60 juta) yang langsung diterima oleh MW. Selanjutnya, MW kembali menerima permintaan dari ZR, warga China lainnya, untuk mencari pengantin wanita asal Indonesia. MW, yang bekerja sama dengan Y, kemudian mendapatkan korban lain, MN, yang ternyata masih di bawah umur. MW bersama ZJ datang ke Indonesia dengan tujuan untuk menemui korban V dan MN, serta merencanakan pernikahan tidak resmi.
Namun, sebelum pernikahan tersebut dilaksanakan, pihak kepolisian mendapat informasi terkait dugaan TPPO dengan modus pengantin pesanan. Polisi segera melakukan penyelidikan dan menangkap enam tersangka, termasuk korban V dan MN yang saat itu tengah berada di indekos. Selain itu, polisi juga menangkap dua tersangka lainnya, BHS dan NH, yang berperan dalam membuat dokumen palsu bagi korban agar mereka bisa menikah secara resmi di China.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 4 atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang mengatur hukuman penjara paling lama 15 tahun. Kasus ini menjadi bukti semakin maraknya kasus TPPO yang melibatkan modus pengantin pesanan, yang dapat menjerat korban dalam perdagangan manusia internasional.
Polisi terus mendalami kasus ini dan mengusut jaringan yang terlibat lebih lanjut. Mereka juga berupaya untuk memberikan perlindungan kepada korban yang terjebak dalam perdagangan orang, serta memastikan agar para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Tindak pidana perdagangan orang merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan pendekatan hukum yang tegas serta upaya preventif agar tidak ada lagi korban yang terjebak dalam praktik kejahatan ini.