
Sumber: antaranews.com
Meja Fakta – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, memaparkan hasil pertemuannya dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Scott Bessent, saat keduanya menghadiri forum bergengsi G20 dan IMF Spring Meeting 2025 yang diselenggarakan di Washington DC. Informasi ini disampaikan dalam konferensi pers daring di Jakarta pada hari Jumat, yang membahas perkembangan terkini seputar negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dalam pertemuan strategis tersebut, diskusi tidak hanya berkutat pada penguatan relasi bilateral antara Indonesia dan AS, tetapi juga menyoroti secara mendalam mengenai orientasi kebijakan global Amerika Serikat melalui pengaruhnya di berbagai lembaga multilateral internasional.
“Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Scott Bessent, beliau menegaskan bahwa posisi Amerika Serikat akan tetap teguh sebagai anggota aktif dan sekaligus memegang peran kepemimpinan dalam organisasi-organisasi internasional terkemuka seperti IMF dan Bank Dunia. Lembaga-lembaga ini juga dipandang sebagai arena penting bagi implementasi beragam agenda nasional Amerika Serikat melalui mekanisme dan pengaruh yang dimiliki oleh institusi-institusi tersebut,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual.
Kedudukan strategis AS dalam institusi-institusi global tersebut menjadi aspek krusial untuk dicermati secara seksama, mengingat potensi dampaknya terhadap arsitektur perdagangan dan kerangka kerja sama internasional, termasuk implikasinya bagi hubungan ekonomi dengan Indonesia.
Dalam upaya memahami perspektif yang dianut oleh Amerika Serikat, Sri Mulyani menjelaskan bahwa Negeri Paman Sam saat ini tengah mengedepankan pembentukan tatanan perdagangan internasional yang lebih bersifat resiprokal atau saling memberikan keuntungan bagi para pihak yang terlibat.
Dalam kerangka pemikiran tersebut, lanjut Menkeu, Indonesia memperkuat pendekatan diplomasi ekonominya melalui berbagai saluran komunikasi dan negosiasi, termasuk melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), Kementerian Perdagangan AS, hingga Departemen Keuangan AS. Upaya ini dipandang sebagai bagian integral dari strategi negosiasi tarif resiprokal yang saat ini sedang diupayakan secara aktif oleh pemerintah Indonesia.
“Dalam konteks ini, tentu saja kita juga harus secara berkelanjutan mempelajari perkembangan yang terjadi di Amerika Serikat, karena dalam pembahasan yang kami lakukan (negosiasi), pihak Amerika juga menyoroti mengenai dinamika hubungan antara Amerika dan Tiongkok. Hal ini merupakan salah satu faktor penting yang tentu akan memberikan pengaruh signifikan terhadap Indonesia maupun keseluruhan lanskap ekonomi di kawasan dunia,” ujar Bendahara Negara tersebut.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa proposal yang telah diajukan oleh Indonesia melalui tim delegasi yang ditunjuk telah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu yang paling komprehensif dan memiliki visi ke depan yang kuat. Pemerintah Amerika Serikat disebut memberikan apresiasi terhadap respons proaktif yang ditunjukkan oleh Indonesia dalam membuka ruang dialog yang konstruktif dan mendorong implementasi reformasi struktural di dalam negeri.
“Dengan modal komunikasi awal yang baik, di mana Indonesia dianggap sebagai salah satu negara yang bergerak cepat dan mengambil inisiatif pertama (first mover), hal ini dipandang akan memberikan keuntungan strategis atau advantage bagi posisi Indonesia dalam proses perundingan ini. Umpan balik yang positif ini tentu akan kita jadikan bekal berharga untuk melanjutkan pembahasan di tingkat teknis, dengan harapan akhir akan tercapai sebuah kesepakatan (agreement),” tutur Menkeu dengan nada optimis.
Sebagai langkah awal yang konkret, Indonesia telah menandatangani perjanjian kerahasiaan (non-disclosure agreement) dengan USTR pada tanggal 23 April 2025. Proses ini menandai masuknya Indonesia ke dalam fase awal negosiasi tarif, menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 20 negara pertama yang berhasil memasuki tahapan penting tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan agar negosiasi teknis yang mendetail dapat diselesaikan dalam kurun waktu 60 hari ke depan. “Kami mengharapkan agar detail pembahasan dan negosiasi teknis dapat dituntaskan dalam waktu 60 hari,” kata Airlangga dengan nada penuh harap.