Meja Fakta – Presiden sesi ke-79 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Philemon Yang, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas berbagai konflik kekerasan yang terus berlangsung di Gaza, Lebanon, Sudan, dan Ukraina. Dalam wawancara dengan Xinhua, Yang menekankan pentingnya untuk memprioritaskan negosiasi dan diplomasi dalam menyelesaikan konflik-konflik ini, bukan penggunaan kekuatan.
“Daftar ini bukanlah daftar yang lengkap. Sayangnya, ada banyak konflik lainnya di seluruh dunia yang juga memerlukan perhatian kita,” kata Yang. Konflik-konflik tersebut, menurutnya, tidak hanya mengancam keselamatan warga sipil tetapi juga menghambat kemajuan pembangunan berkelanjutan di negara-negara yang terdampak.
Yang juga mengungkapkan rasa kecewa atas pelanggaran hukum internasional, resolusi PBB, dan Piagam PBB yang terus terjadi. “Impunitas telah menjadi suatu hal biasa yang membahayakan kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Konflik-konflik ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menjadi kemunduran besar bagi pembangunan yang seharusnya bisa tercapai di banyak negara yang terdampak perang,” ujar Yang.
Menegaskan kembali pesan yang disampaikan sebelumnya pada penutupan Debat Umum UNGA tahun ini, Yang kembali menekankan bahwa “negosiasi dan solusi diplomatik harus diutamakan alih-alih kekuatan.” Dia mengingatkan bahwa Piagam PBB memberikan mandat kepada negara-negara anggota untuk menyelesaikan perselisihan mereka dengan cara damai. “Dalam situasi apapun, negara-negara harus memprioritaskan diplomasi dan dialog,” tambahnya.
Yang menggarisbawahi pentingnya menghindari perang dan mengambil langkah untuk duduk bersama di meja perundingan. “Hal terbaik adalah menghindari perang dan duduk di meja perundingan untuk menyelesaikan masalah yang menjadi perhatian,” katanya, seraya menyerukan agar negara-negara PBB terus memfokuskan upaya mereka untuk mencapai solusi damai yang berkelanjutan.
Selain itu, Yang juga menekankan pentingnya pencegahan perang nuklir di tengah ketegangan yang semakin meningkat. “Kita memerlukan langkah nyata untuk mencegah perang nuklir atau penggunaan senjata nuklir dalam bentuk apapun. Negara-negara yang memiliki senjata nuklir harus menjadi pelopor dalam pencegahan ini,” ungkapnya. Yang juga menekankan peran negara-negara anggota PBB, seperti China, untuk mengurangi retorika yang tidak bertanggung jawab, yang hanya akan memperburuk ketegangan internasional. “Perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan tidak boleh dilancarkan,” tegas Yang.
Lebih lanjut, Yang juga menyuarakan harapan agar negara-negara anggota PBB menjunjung tinggi norma-norma dan instrumen yang ada untuk mengatur senjata konvensional dan mematuhi komitmen mereka terkait perlucutan senjata. Hal ini, menurutnya, akan sangat penting dalam melindungi warga sipil yang sering kali menjadi korban dari konflik bersenjata.
Dalam hal peran PBB, Yang menegaskan bahwa multilateralisme dan dialog, yang berlandaskan pada hukum internasional dan Piagam PBB, merupakan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan keamanan yang langgeng bagi semua pihak. “Sebagai Presiden Majelis Umum PBB, saya merasa senang melihat Majelis Umum PBB turun tangan ketika Dewan Keamanan PBB mengalami kebuntuan. Ini menunjukkan bahwa Majelis Umum PBB juga memiliki peran penting dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional,” katanya. Namun, dia juga berharap agar Dewan Keamanan PBB tetap memikul tanggung jawab utamanya dalam menangani isu-isu perdamaian dan keamanan dunia.
Dengan menekankan pentingnya penyelesaian damai terhadap konflik-konflik global dan perlunya komitmen dari semua negara anggota PBB, Yang berharap bahwa upaya diplomatik dan multilateral dapat menciptakan perdamaian yang lebih langgeng di dunia yang saat ini dilanda ketegangan dan kekerasan.