Meja Fakta – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Dumai berhasil mengungkap kasus peredaran pupuk ilegal yang tidak terdaftar dan tidak berlabel. Pengungkapan ini menjadi bagian dari upaya Polres Dumai dalam mendukung program 100 hari kerja Presiden Prabowo-Gibran. Kasus ini terungkap pada Kamis, 14 November 2024, sekitar pukul 16.30 WIB, di Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Bukit Kayu Kapur, Kecamatan Bukit Kapur, Kota Dumai. Tim Satreskrim yang dipimpin oleh AKP Primadona berhasil menangkap dua tersangka, yaitu Hasan Basri dan Masroni.
Berdasarkan hasil penyelidikan, terungkap bahwa kedua tersangka terlibat dalam kegiatan pengolahan pupuk ilegal. Mereka mencampurkan berbagai merek pupuk yang berbeda dan kemudian mengemasnya kembali dengan merek palsu. Pupuk-pupuk ilegal ini kemudian dijual kepada petani di wilayah Dumai. Kapolres Dumai, AKBP Dhovan Oktavianton, menjelaskan bahwa kedua tersangka tidak memiliki izin atau dokumen sah untuk melakukan kegiatan pengolahan pupuk. Selain itu, pupuk yang mereka hasilkan juga tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kapolres Dhovan Oktavianton menegaskan, “Mereka tidak memiliki izin dan dokumen yang sah untuk melakukan kegiatan pengolahan pupuk. Pupuk yang mereka produksi juga tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.” Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ilegal yang dilakukan kedua tersangka dapat merugikan petani, mengancam hasil pertanian, dan merusak tanah pertanian di sekitar Dumai.
Selain mengamankan kedua tersangka, Tim Satreskrim juga menyita sejumlah barang bukti penting. Beberapa barang bukti yang diamankan antara lain satu unit mobil pikap, timbangan digital, mesin jahit, sekop besi, karung goni, serta berbagai dokumen yang terkait dengan pembelian dan penjualan pupuk. “Kami juga menyita 200 sak atau sekitar 10 ton pupuk ilegal sebagai barang bukti,” ujar AKP Primadona, Kasat Reskrim Polres Dumai. Pupuk-pupuk ilegal yang diamankan tersebut merupakan bukti nyata dari kegiatan ilegal yang telah berlangsung cukup lama dan berdampak buruk bagi sistem pertanian di wilayah tersebut.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 73 Jo Pasal 122 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa tindakan pengolahan dan peredaran pupuk ilegal dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. “Ancaman hukumannya yaitu penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” jelas AKP Primadona. Hukuman yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan serupa di masa depan.
Kasus peredaran pupuk ilegal ini menjadi perhatian serius karena dapat merugikan para petani dan merusak kualitas tanah pertanian. Pupuk yang tidak terstandarisasi dan mengandung bahan kimia berbahaya dapat merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia. Selain itu, kualitas produk pertanian yang dihasilkan dari penggunaan pupuk ilegal juga bisa terancam, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ketahanan pangan di daerah tersebut.
“Kami akan terus melakukan penyelidikan dan pengembangan kasus ini untuk membongkar jaringan peredaran pupuk ilegal yang lebih luas,” tegas AKP Primadona. Dalam hal ini, pihak kepolisian berkomitmen untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat dalam praktik ilegal ini dan memastikan bahwa jaringan distribusi pupuk ilegal dapat diputuskan sepenuhnya. Langkah ini juga bertujuan untuk melindungi masyarakat, terutama para petani, dari dampak buruk penggunaan pupuk ilegal yang bisa merugikan mereka dalam jangka panjang.
Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan di bidang pertanian dan memperkuat sistem pertanian yang berkelanjutan di Indonesia. Pihak kepolisian juga menekankan bahwa kasus ini merupakan salah satu langkah untuk mendukung program pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, penanganan terhadap peredaran pupuk ilegal menjadi bagian dari upaya menjaga agar produk pertanian yang beredar di pasaran aman dan berkualitas.
Dalam rangka melanjutkan penyidikan kasus ini, Polres Dumai berencana untuk mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), melengkapi berkas perkara, dan melakukan pengembangan lebih lanjut untuk mengungkap jaringan yang lebih besar. “Kasus ini menjadi perhatian kami untuk melindungi para petani dari peredaran pupuk ilegal yang dapat merugikan masyarakat dan merusak sistem pertanian berkelanjutan,” ujar AKP Primadona. Proses penyidikan akan terus berjalan dengan koordinasi antara Polres Dumai dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Polres Dumai juga mengimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada dan melaporkan apabila menemukan aktivitas serupa di wilayah mereka. Melalui peran aktif masyarakat dalam memberikan informasi, diharapkan kasus-kasus serupa dapat diungkap lebih cepat, sehingga dapat mencegah kerugian lebih lanjut bagi petani dan masyarakat umum. “Kami juga mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika menemukan aktivitas serupa di wilayah mereka,” tutup AKP Primadona.