Meja Fakta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menegaskan bahwa pola asuh yang menggunakan ancaman tidaklah tepat dan dapat mengganggu perkembangan emosional anak. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyampaikan bahwa ancaman, seperti membawa anak ke kantor polisi sebagai bentuk hukuman, bukanlah pendekatan yang sehat atau efektif dalam mendidik anak.
Nahar memberikan pernyataan tersebut menanggapi viralnya video seorang ibu di Gorontalo yang membawa anak laki-lakinya ke kantor polisi karena anak tersebut dianggap susah diatur dan sering melawan. Dalam video yang tersebar, anak laki-laki itu terlihat menangis histeris dan memohon kepada ibunya agar tidak membawanya ke polisi. Nahar menyatakan bahwa pendekatan tersebut tidak hanya berpotensi menciptakan ketakutan pada anak, tetapi juga dapat berdampak buruk pada perkembangan emosional mereka.
“Jika anak diberi ancaman seperti ini, mereka akan merasa takut secara berlebihan. Ini bisa mengganggu perkembangan emosional mereka dan dalam kasus tertentu dapat menyebabkan trauma atau kecemasan yang berkepanjangan,” jelas Nahar. Ancaman yang berlebihan, menurutnya, dapat menyebabkan anak merasa tertekan dan tidak mampu mengatasi perasaan mereka dengan sehat.
Selain itu, Nahar menjelaskan bahwa pendekatan tersebut juga dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak. Anak yang takut atau tertekan tidak akan merasa didengarkan atau dipahami, melainkan hanya merasa terintimidasi. “Jika orang tua menggunakan ancaman untuk mengontrol perilaku anak, maka hubungan mereka akan terganggu. Anak-anak akan merasa takut dan tidak akan memiliki kepercayaan penuh pada orang tua mereka,” tambahnya.
Pola asuh berbasis ancaman juga tidak membantu anak untuk memahami konsep tanggung jawab dengan cara yang sehat. Alih-alih belajar tentang mengapa perilaku mereka salah atau apa akibat yang wajar dari tindakan mereka, anak-anak hanya belajar untuk takut terhadap hukuman. Nahar menekankan bahwa anak harus diajarkan untuk memahami dampak dari tindakan mereka terhadap diri mereka sendiri maupun orang lain. “Anak-anak perlu diajarkan konsep tanggung jawab, bukan sekadar takut pada hukuman,” ungkapnya.
Dalam hal ini, KemenPPPA mendorong orang tua untuk mencari pendekatan yang lebih positif dalam mendidik anak, yang lebih berfokus pada komunikasi, pemahaman, dan pengertian, daripada menggunakan ancaman atau kekerasan. Orang tua sebaiknya melibatkan anak dalam diskusi yang konstruktif mengenai perilaku yang tidak dapat diterima dan menjelaskan konsekuensi yang sesuai dengan tindakan mereka tanpa menimbulkan rasa takut atau trauma.
Pihak kementerian juga mengingatkan bahwa untuk mencapai pengasuhan yang sehat, orang tua harus memberikan teladan yang baik, membangun rasa percaya diri pada anak, dan menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang. Dengan pendekatan yang lebih bijaksana, diharapkan anak dapat berkembang dengan baik secara emosional dan mental, serta belajar bertanggung jawab atas tindakan mereka tanpa harus merasa tertekan.
Kasus yang terjadi di Gorontalo ini menunjukkan pentingnya edukasi bagi orang tua tentang pola asuh yang benar dan dampak dari cara-cara yang tidak sehat dalam mendidik anak. KemenPPPA berkomitmen untuk terus melakukan kampanye tentang pola asuh yang positif demi menciptakan generasi yang lebih sehat dan cerdas secara emosional.